Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Tube

Sejarah Syiah

Kajian Utama

Syiah Indonesia

Syiah Internasional

Tabayun

Galeri

» » » Syiah, Bukan Mazhab Kemarin Sore

Apa itu Syiah? Seperti apa rupa pemeluknya? Benarkah mereka adalah para penoda dan penista agama? Benarkah orang-orangnya menganut ideologi transnasional, dengan Republik Islam Iran sebagai kiblat, sebagaimana yang dikhawatirkan sebagian kalangan intelijen?

Intel polisi yang hadir di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu, dapat jawaban instan atas semua pertanyaan itu. Dari seorang lelaki yang berorasi di hadapan seratusan orang yang datang mengenang "Tragedi Berdarah Sampang", tiga hari sebelumnya. "Menjadi non-Muslim saja dibolehkan oleh konstitusi negara, apalagi untuk menjadi tidak Sunni," katanya sinis.

Kalimat berikutnya datang berapi-api: "Ini negara dibangun oleh jasa para pahlawan dari berbagai macam agama dan ras. Tidak ada orang yang berhak menganggap negara ini properti milik satu agama atau satu mazhab. Ini negara Pancasila. Ini negara Bhinneka Tunggal Ika."

Lelaki itu adalah Muhsin Labib, doktor Filsafat Universitas Islam Negeri Jakarta. Suaranya nampaknya mewakili sekitar satu juta warga Syiah di Indonesia. Ia juga sekaligus menyuarakan keprihatinan banyak kalangan atas teror dan penyerangan pada warga Syiah yang hidup di tiga dusun udik di Kecamatan Omben, Sampang.

Di Jawa Timur, pekan lalu, misalnya, sekelompok intelektual dan tokoh lintas agama menyatakan duka dan penyesalan. "Warga penganut Syiah di Sampang adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki hak, dijamin konstitusi, dan harus dilindungi tanpa diskriminasi," kata H. Achmad Zaini, Ketua Umum Forum Intelektual 45 Jawa Timur. Senada dengan itu, Ketua DPR, Marzuki Ali, meminta Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama menanggung tugas menjelaskan ke masyarakat bahwa Syiah 'tidak sesat' dan merupakan bagian dari Islam. "Jika ada yang bisa disimpulkan dari besarnya simpati publik pada tragedi Sampang adalah darah mereka yang tumpah dan telah mengalahkan tajamnya celurit kebencian," kata Umar Shahab, Ketua Dewan Syura Ahlulbait Indonesia, satu dari dua organisasi induk warga Syiah di Indonesia.

Umar boleh saja optimistis. Tapi di Sampang, masih ada begitu banyak kecemasan, utamanya di kalangan pengungsi warga Syiah (Lihat: Genosida di Pelupuk Mata). Seorang politisi lokal dikabarkan mengusulkan orang Syiah Sampang direlokasi ke kawasan perkampungan mayoritas Kristen di Toraja, Sulawesi Selatan. Seorang tokoh lokal lainnya dikabarkan bilang kalau hanya ada dua pilihan untuk orang Syiah: kembali jadi Sunni atau angkat kaki dari Madura yang diklaim milik Sunni. Jika benar, sang tokoh sepertinya tak sadar memberi justifikasi pada tragedi pembantaian orang Madura di Kalimantan Selatan satu dekade lebih yang lalu.

"Pangkal dari semua ini adalah terbitnya fatwa sesat," kata Muhsin yang mengklaim cukup dekat dengan orang-orang Syiah di Sampang. Dia merujuk pada fatwa sesat yang ditelurkan MUI Jawa Timur pada 2007, lalu fatwa serupa dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Sampang. Berbicara ke SINDO Weekly pekan ini, Muhsin bilang dua fatwa itu adalah sebuah kejanggalan besar. Baik MUI dan NU pusat, katanya, hingga detik ini tak pernah menerbitkan fatwa sesat atas Syiah. "Mereka tidak sadar kalau Syiah bukan pendatang baru dalam dunia Islam."

Jejak Panjang

Labib ada benarnya. Syiah ada sejak awal masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah tradisi warisan Syiah masih bisa dijumpai di banyak provinsi, seperti Tabut (Sumatera Barat dan Bengkulu), Tari Saman (Aceh), dan Bubur Suro (Jawa). Dalam konteks yang lebih besar, Syiah juga sejatinya tak pernah dianggap sebagai 'alien'. Justru sebaliknya, Syiah punya kontribusi yang besar. Dinasti Syiah Fatimiyah, misalnya, adalah pendiri Al-Azhar, universitas Islam tertua dan terkemuka di dunia Islam hingga saat ini.

Di luar itu, ada banyak pemikir Islam utama yang dipercaya sebagai penganut mazhab Syiah. Ini termasuk Al-Farabi (ahli filsafat), Ibnu Sina (ahli kedokteran), Al-Khawarizmi (ahli astronomi), Jabir bin Hayyan (penemu aljabar), dan Ath-Thusi (penggagas observatorium). Di pesantren-pesantren Indonesia, beberapa buku ulama Syiah, termasuk Nayl al-Awthar karya Al-Syaukani dan SubĂ»l al-Salam karya Al-Syaukani dan Al-Shan’ani menjadi buku ajar standar.

Umar Shahab menawarkan pandangan lain. Dia bilang, komunitas Syiah ada di seluruh dunia Islam, dari Jakarta hingga Tonja di Maroko, dan tak ada satu pun negara Islam yang pernah memfatwakan Syiah sebagai mazhab sesat—apalagi kafir dan di luar Islam. Fakta lain, katanya, adalah hingga hari ini, kaum Syiah tetap leluasa berhaji dan umrah ke Tanah Suci Mekkah dan Madinah. Di luar itu, Deklarasi Amman dan Deklarasi Mekkah, dua komunike ulama Islam dari berbagai mazhab, telah menyatakan kalau Syiah adalah bagian tak terpisahkan dari Islam. Bahkan, KTT Organisasi Konferensi Islam terakhir di Mekkah menegaskan keabsahan Syiah sebagai mazhab Islam.

Ketua Pengurus Besar NU, K.H. Agil Siradj, punya cerita lain. Dia bilang, di semua universitas Islam di Timur Tengah, ada dua mata kuliah seputar mazhab-mazhab Islam dan mazhab-mazhab yang 'keluar dari Islam'. "Syiah itu termasuk ke studi mazhab Islam. Yang tidak Islam, termasuk Kodjaniah, aliran Kebatinan, Ahmadiyah, Bahaiyah, Babiyah, Kolawiyah." Agil bilang, fakta itu menunjukkan kalau universitas-universitas di Timur Tengah mengakui bahwa Syiah adalah mazhab sah dalam Islam, walaupun beda dengan Sunnah. Toh, katanya lagi, Islam tak pernah menolerir pemaksaan dalam beragama. "La iqraha fiddin."

Logika Kekuatan

Tapi ajaib. Semua fakta dan pandangan itu, yang semestinya lumrah dan diketahui banyak Muslimin, seperti tak berbekas di Jawa Timur. Khususnya di Madura dalam beberapa tahun terakhir, orang-orang Syiah menjadi sasaran pisau cukur 'pemurnian agama'. Laporan Kejaksaan memberi cap sesat pada mazhab Syiah yang dianut warga Sampang, sebab mereka dianggap punya rukun Iman dan rukun Islam yang berbeda dari kalangan Sunni. Syiah juga disebutkan punya cara salat yang berbeda, kalimat azan yang berbeda, dan bahkan Alquran yang 'tidak orisinil'.

Dengan redaksi yang bermiripan, MUI Jawa Timur menyebutkan kehadiran Syiah di Sampang sesat dan menyesatkan, biang kerok keresahan warga masyarakat. "Ajaran Tajul Muluk menyesatkan, terbilang penistaan, dan penodaan terhadap agama Islam," kata majelis. Tajul adalah pimpinan warga Syiah di Sampang. Akhir tahun silam, pesantren dan rumahnya jadi sasaran penyerangan massa yang gelap mata. Tapi alih-alih dapat pembelaan, dia belakangan divonis bersalah dua tahun penjara karena dianggap terlibat dalam penodaan agama.

Di luar fatwa sesat itu, berbagai kalangan menuding pekatnya agitasi dari kalangan penceramah yang menjadikan majelis-majelis taklim dan tabligh akbar tak ubahnya forum pengafiran Syiah.

Dalam draf buku Mazhab Syiah yang diterima redaksi SINDO Weekly pekan ini, intelektual dan ulama Syiah di Indonesia menghabiskan 130 halaman lebih untuk menjawab apa yang mereka gambarkan sebagai fitnah pada Syiah. "Mereka yang mendalilkan kesesatan Syiah tak pernah mengajak kami diskusi, bahkan sekadar untuk mengecek," kata Umar Shahab. Buku itu, lanjutnya, bakal terbit dalam waktu dekat dan dia berharap semua pihak membuka ruang dialog.

Kepada SINDO Weekly, Ketua MUI, K. H. Amidhan, bilang sampai saat ini lembaganya belum mengeluarkan fatwa apa pun terhadap Syiah. "Kami masih mempelajari," katanya tak menyebut kapan hasil akhir fatwa itu bisa diketahui publik.

Kendati, menurut Muhsin Labib, apa pun akhir dari episode Sampang, tetaplah sebuah tragedi nasional. "Keprihatinan baru menggema setelah ada anak diyatimkan, ada perempuan dijandakan, puluhan rumah dibakar," katanya. Berbicara ke SINDO Weekly via telepon, seorang pengungsi Syiah yang tak ingin disebut namanya membagi sebuah cerita. Dia masygul pada ternak sapinya. "Mereka membakarnya seolah sapi itu juga Syiah dan layak diberangus. Bangkainya ada di tegalan."
Lama terpojok, warga Syiah di Sampang belakangan jadi sasaran teror berdarah. Fatwa sesat dari dua perkumpulan ulama lokal disebut-sebut sebagai pemicunya. Banyak yang lupa kalau Syiah bukanlah mazhab kemarin sore.

Sumber: SINDO WEEKLY MAGAZINE (NO. 27 TAHUN I, 6 SEPTEMBER - 12 SEPTEMBER 2012)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply