Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Tube

Sejarah Syiah

Kajian Utama

Syiah Indonesia

Syiah Internasional

Tabayun

Galeri

» » Syiah Indonesia - Sejarah Syiah yang Sebenarnya (Bag. 3)

Sejarah Syiah yang Sebenarnya (Bag. 1), bisa Anda klik di link ini : http://goo.gl/OLoI9p
Sejarah Syiah yang Sebenarnya (Bag. 2), bisa Anda klik di link ini : http://goo.gl/y2tZ5Q
________________________________________________________ 
Meskipun kata "Syiah" pada mulanya umum dan bisa digunakan untuk pengikut atau golongan siapa pun, tapi karena seringnya kata itu digunakan untuk Syiah Ali bin Abi Thalib sehingga ketika disebut kata "Syiah" tanpa imbuhan apa pun maka pada umumnya orang akan memahami maknanya adalah Syiah Ali. Ibnu Atsir mengatakan:

وَ قَدْ غَلَبَ هَذَا الاِسْمُ عَلَی کُلِّ مَنْ يَزْعَمُ اَنَّهُ يَتَوَلَّی عَليًّا وَ اَهلَ بَيْتِهِ حَتَّی صَارَ لَهُمْ اِسْمًا خَاصًّا، فَإِذَا قِيْلَ فُلَانٌ شِيْعَةٌ عُرِفَ أَنَّهُ مِنْهُمْ

"Nama ini dominan untuk setiap orang yang mengira dirinya berwilayah pada (baca: mengikuti) Ali dan Ahli Baitnya, sehingga menjadi nama spesial bagi mereka. Maka apabila dikatakan bahwa sifulan Syiah, maksudnya dia termasuk di antara mereka." (Ibnu Atsir, al-Nihâyah fî Ghorîb al-Hadîts al-Âtsâr, Beirut: Dar Ehyaut Turats al-Arabi, cetakan pertama, 2001 M/1422 H, jil 2, hal 740).

Abulfath Muhammad Syahrestani menyebutkan:

اَلشِّيْعَةُ الَّذِيْنَ شَايَعُوْا عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَی الخُصُوْصِ. وَ قَالُوْا بِإِمَامَتِهِ وَ خِلَافَتِهِ نَصًّا وَ وَصِيَّةً، إِمَّا جَلِيًّا، وَ إِمَّا خَفِيًّا، وَ اعْتَقَدُوْا أَنَّ الإِمَامَةَ لَا تَخْرُجُ مِنْ أَوْلَادِهِ، وَ إِنْ خَرَجَتْ فَبِظُلْمٍ يَکُوْنُ مِنْ غَيْرِهِ، أَوْ بِتَقِيَّةٍ مِنْ عِنْدِهِ.

"Syiah adalah orang-orang yang mendukung Ali bin Abi Thalib dan meyakini imamah serta khilafahnya berdasarkan nas atau wasiat, baik itu secara tersurat maupun secara tersirat. Di samping itu, mereka juga berkeyakinan bahwa imamah ini tidaklah keluar dari anak keturunan beliau, dan jika ternyata keluar maka hal itu terjadi karena kezaliman dari pihak yang lain atau karena sikap taqiyah dari imam itu sendiri." (Abulfath Muhammad bin Abdilkarim bin Abi Bakar Ahmad as-Syahrestani, al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Darul Makrifah, cetakan kedelapan, 2001 M/1421 H, jld. 1, hal. 169.)
Ibnu Khaldun (w. 808 H) mengatakan:

إِعلَمْ أَنَّ الشِّيْعَةَ لُغَةً هُمُ الصَّحْبُ وَ الْأَتْبَاعُ، وَ يُطْلَقُ فِيْ عُرْفِ الْفُقَهَاءِ وَ الْمُتَکَلِّمِيْنَ مِنَ الخَلَفِ وَ السَّلَفِ عَلَی اتِّبَاعِ عَلَيٍّ وَ بَنِيْهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، وَ مَذْهَبِهِمْ جَمِيْعًا مُتَّفِقِيْنَ عَلَيْهِ أَنَّ الإِمَامَةَ لَيْسَتْ مِنَ  المَصَالِحِ العَامَّةِ الَّتِيْ تُفَوَّضُ إِلَی نَظَرِ الأُمَّةِ وَ يَتَعيَّنُ الْقَائِمُ بِهَا بِتَعيِيْنِهِمْ، بَلْ هِيَ رُکْنُ الدِّيْنِ وَ قَاعِدَةُ الإِسْلَامِ. وَ لَا يَجُوْزُ لِنَبِيٍّ إِغْفَالُهُ وَ لَا تَفْوِيْضُهُ إِلَی الأُمَّةِ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ تَعيِيْنُ الإِمَامِ لَهُمْ وَ يَکُوْنُ مَعْصُوْمًا مِنَ الْکَبَائِرِ وَ الصَّغَائِرِ. وَ إِنَّ عَلِيًّارَضِيَ اللهُ عَنْهُ هُوَ الَّذِيْ عَيَّنَهُ صَلَوَاتُ اللهِ وَ سَلَامُهُ عَلَيْهِ بِنُصُوْصٍ ...

"Ketahuilah bahwa Syiah secara bahasa berarti sahabat dan pengikut. Menurut istilah fukaha dan ulama kalam -- baik dari kalangan khalaf maupun salaf --, Syiah berarti pengikut Ali dan keturunannya ra serta mazhab mereka semua yang sepakat bahwa imamah tidak termasuk 'maslahat publik' yang diserahkan kepada pandangan umat sehingga orang akan menduduki posisi itu dengan pilihan mereka. Melainkan -- menurut mereka semua --, imamah adalah rukun agama dan pondasi Islam. Dan tidak boleh bagi Nabi untuk mengabaikannya, tidak pula boleh bagi beliau untuk menyerahkannya kepada umat, melainkan beliau wajib menentukan imam bagi mereka, dan imam itu suci dari dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Dan sesungguhnya Ali ra adalah orang yang telah ditentukan oleh beliau Saw dengan nas-nas ... ." (Abdurrahman Muhammad Ibnu Khaldun, Muqoddimah Ibnu Kholdûn, Beirut: Dar Ehyaut Turats al-Arabi, 1431 H/ 2010 M, jld. 1, hal. 160).

Pengertian Syiah dari sudut pandang Al-Qur'an, Sunnah Nabi Muhammad Saw, dan keterangan para Ulama Ahlus Sunnah di atas diakui pula oleh ulama Syiah. Antara lain, oleh mufasir kontemporer Al-Qur'an Muhammad Husain Thabathaba'i, tapi tidak seperti yang dipublikasi-miringkan oleh pencipta MMPSI dalam tulisannya, "Sedangkan menurut Thabathaba'i, Syiah muncul karena kritik dan protes terhadap dua masalah dasar Islam, yaitu berkenaan dengan pemerintahan Islam dan kewenangan dalam pengetahuan keagamaan." (MMPSI, hal. 19). Thabathaba'i mengatakan:

يَجِبُ أَنْ نَعْلَمَ أَنَّ بِدَايَةَ نُشُوْءِ الشِّيْعَةِ، وَالَّتِيْ سُمِّيَتْ لِأَوَّلِ مَرَّةٍ بِشِيْعَةِ عَلِيٍّ (أَوَّلِ إِمَامٍ مِنْ أَئِمَّةِ أَهْلِ الْبَيْتِ  (ع) وَ عُرِفَتْ بِهَذَا الإِسْمِ، کَانَ فِيْ زَمَنِ النَّبِيِّ الأَکْرَمِ (ص)، فَظُهُوْرُ الدَّعْوَةِ الإِسْلَامِيَّةِ وَ تَقَدُّمُهَا وَ انتِشَارُهَا خِلَالَ ثَلَاثَ وَ عِشْرِيْنَ سَنَةً، زَمَنِ البِعْثَةِ النَّبَوِيَّةِ، أَدَّتْ إِلَی ظُهُوْرِ مِثْلِ هَذِهِ الطَّائِفَةِ بَيْنَ صَحَابَةِ النَّبِيِّ الأَکرَمِ (ص).

"Harus kita ketahui bahwa awal munculnya Syiah, dan yang pertama kali diberi nama "Syiah" Ali (Imam Pertama dari imam-imam Ahli Bait as) serta dengan nama itu (Syiah) mereka dikenal, adalah pada zaman Nabi Paling Mulia Saw. Maka kemunculan Dakwah Islam dan kemajuan serta penyebarannya selama dua puluh tiga (23) tahun, masa pengutusan Nabi Saw, telah menyebabkan munculnya kelompok ini di antara sahabat Nabi Paling Mulia Saw." (Al Allamah al-Kabir Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i, al-Syîʻah fî al-Islâm, penerjemah: Ja'far Baha'udin, Teheran: Muassasah al-Bi'sah, cetakan pertama, tanpa tahun, hal. 17).

Kemudian, setelah menjelaskan keyakinan sahabat Syiah tentang hak imamah atau khilafah Ali sepeninggal Nabi Muhammad Saw, serta kekecewaan dan protes dari pengikut Ali ketika dia disingkirkan dari haknya saat sibuk mengurusi jenazah Nabi Saw, Thabathaba'i berkata:

فَالإِنْتِقَادُ هَذَا وَ الإِعْتِرَافُ أَدَّی إِلَی إِنْفِصَالِ الأَقَلِّيَّةِ عَنِ الأَکثَرِيَّةِ، وَ اشْتَهَرَ أَصْحَابُ الإِمَامِ عَلِيٍّ (ع) بِاسْمِ «شِيْعَةِ عَلِيٍّ» فَالقَائِمُوْنَ بِأُمُوْرِ الخِلَافَةِ، کَانُوْا يَسْعَوْنَ –وِفْقًا لِلسِّيَاسَةِ آنِذَاکَ، أَلَّا يَشْتَهِرَ هَؤُلَاءِ الأَقَلِّيَّةُ بِهَذَا الإِسْمِ، وَ أَلَّا يَنْقَسِمَ المُجتَمَعُ إِلَی أَقَلِّيَّةٍ وَ أَکثَرِيَّةٍ، فَکَانُوْا يَعتَبِرُوْنَ الخِلَافَةَ إِجْمَاعًا، وَ يُطْلِقُ عَلَی المُعَارِضِ لَهَا، مُتَخَلِّفًا عَنِ البَيْعَةِ، وَ مُتَخَلِّفًا عَنْ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَ أَحْيَانًا کَانَ يُوْصَفُ بِصِفَاتٍ بَذِيئَةٍ أُخْرَی.

"Kritik dan pengakuan ini menyebabkan terpisahnya minoritas dari mayoritas, dan para sahabat Imam Ali as terkenal dengan nama "Syiah Ali". Tapi kemudian orang-orang yang memegang kendali khilafah (kekuasaan) senantiasa berusaha -- sesuai politik saat itu -- agar minoritas tersebut tidak terkenal dengan nama "Syiah Ali", begitu pula agar masyarakat tidak terbagi menjadi minoritas dan mayoritas, maka mereka menyebut kekhalifahan itu sebagai ijmak (suara bulat semua sahabat Nabi Muhammad Saw) dan menyebut oposisi sebagai pembangkang dari baiat serta pembangkang dari masyarakat Muslimin, dan terkadang oposisi itu dilabeli dengan sifat-sifat keji lainnya." (ibid. hal. 21).

Pun demikian, siapa saja bisa menggunakan kata "Syiah" untuk makna dan maksud yang berbeda tapi tidak spesial seperti di atas. Sebagai contoh, Qadhi Abduljabbar (w. 415 H) mengatakan:

وَ مَنْ فَضَّلَ عَلِيًّا عَلَی عُثْمَانَ وَاصِلُ بْنُ عَطَاءً، وَ لِذَلِکَ کَانَ يُنسَبُ إِلَی التَّشَيُّعِ، لِأَنَّ الشِّيْعِيَّ فِيْ ذَلِکَ الزَّمَانِ مَنْ کَانَ يُقَدِّمُ عَلِيًّا عَلَی عُثمَانَ.

"Dan orang yang mengutamakan Ali atas Usman adalah Washil bin Atha', karena itu dia disebut Syiah; karena Syiah pada zaman itu adalah orang yang mengedepankan Ali atas Usman." (Qadhi Abul Hasan Abduljabbar al-Asad Abadi, al-Mughnî fî Abwâb al-Tauhîd wa al-ʻAdl, Fil Imamah, tanpa cetakan, tanpa tahun, hal. 114).

Selain itu, di hampir sejarah semua aliran bahkan agama, terdapat kemungkinan beda pendapat pada pengikutnya; ada yang dipandang kurang dan ada pula yang dipandang berlebihan dalam kepercayaan atau perilakunya. Sementara kekeliruan, kesalahan atau pelanggaran sebagian pengikut sebuah aliran atau agama tidak bisa dinisbatkan kepada aliran atau agama tersebut, sebagaimana tidak bisa pula dilabelkan kepada pengikut yang lain. Sebagai contoh, ketika Thabari di dalam buku sejarahnya meriwayatkan bahwa di tengah kasus terbunuhnya Khalifah Usman, Ibnu Umil Kilab mengatakan kepada Siti Aisyah:

لَقَدْ کُنْتِ تَقُوْلِيْنَ «أُقْتُلُوْا نَعْثَلاً فَقَدْ کَفَرَ»

"Sungguh Anda sebelumnya yang mengatakan, "Bunuhlah orang tua pandir itu, maka sungguh dia telah kafir." (Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Thabari (224-310 H), Târîkh al-Thobarî Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 1408 H/ 1988 M, peristiwa tahun 36 H, jld. 3, hal. 12; Izzuddin Ibnu Atsir (555-620 H), Al-Kâmil fî al-Târîkh, Beirut: Darul Kitab al-Arabi, cetakan keempat, 1424 H/ 2004 M, jld. 2, hal. 570; Ibnu Qutaibah, al-Imâmah wa al-Siyâsah, Beirut: Darul Adhwa', 1410 H, jld. 1, hal. 71-72).

Nah, siapakah yang keliru, salah atau melanggar di sini? Apakah Thabari selaku sejarawan yang meriwayatkan peristiwa itu sehingga semua sejarawan dipukul rata keliru, salah atau melanggar; apakah Ibnu Umil Kilab selaku pengikut yang menisbatkan perkataan itu kepada Siti Aisyah sehingga semua pengikut Siti Aisyah dipukul rata demikian; apakah Siti Aisyah selaku istri Nabi Muhammad Saw yang mengatakan hal itu tentang Khalifah Usman sehingga semua istri beliau dipukul rata demikian; ataukah Khalifah Usman selaku sahabat Nabi Saw dan khalifah sehingga dipukul rata semua sahabat dan khalifah demikian? Terang saja tidak ada satu pun dari pertanyaan itu yang jawabannya, "Iya". Melainkan semuanya harus dikaji secara teliti dan disikapi secara hati-hati. Sedangkan apa yang dilakukan oleh orang-orang zalim adalah mempropagandakan salah satu jawaban positif ("Iya") dari pertanyaan itu guna memprovokasi pihak yang tidak setuju untuk bersikap anarkis terhadap yang lain.

Perbedaan sebagian orang yang mengaku atau dikenal sebagai Syiah dalam mempercayai jumlah atau sosok imam juga bukan hal yang aneh, lucu atau patut dikhawatirkan. Muslimin yang mengaku atau dikenal sebagai Sunni juga masih perlu penjelasan tentang sistem pemilihan khalifah setelah Nabi Muhammad Saw, jumlah dan sosok mereka; sebagai contoh, Abu Bakar dipilih Muslimin setelah perdebatan di antara mereka, Umar ditunjuk langsung oleh Abu Bakar, Usman ditetapkan oleh Komite, Ali memimpin setelah diterima dan didesak oleh mayoritas Muslimin saat itu, begitu pula dengan Hasan, kemudian Muawiyah berkuasa berdasarkan Perjanjian Damai dengan Hasan, Yazid mewarisi kekuasaan dari bapaknya, dan begitulah seterusnya.

Selain dari sisi kepemimpinan di bidang politik, dari sisi kepemimpinan di bidang ajaran agama -- jika itu dipandang terpisah dari politik -- orang-orang muslim yang mengaku atau dikenal sebagai Ahlus Sunnah juga perlu penjelasan mengenai alasan mereka membatasi otoritas fatwa hanya untuk berapa imam, seperti Abu Hanifah, Malik, Ahmad bin Hanbal, dan Syafii. Sedangkan otoritas akidah dibatasi untuk sebagian ulama, seperti Washil bin Atha' (80-131 H.) pendiri Mazhab Muktazilah, Abul Hasan Ali bin Ismail Asy'ari, pendiri Mazhab Asy'ari (260-324 H.), dan Abu Mansur Muhammad Maturidi (w. 333 H.) pendiri Mazhab Maturidi.

Bersambung...

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply